Resensi Novel Cinta 3 Benua
Resensi Novel Cinta 3 Benua
Disusun
Oleh :
1. Muhammad Fahmi Saleh
(25113891)
2. Febrian Dwi Putra R S
(23113360)
3. Bagus Muhammad P (21113616)
4. Henry Tjahjadi (24113046)
UNIVERSITAS GUNADARMA
DIREKTORAT PROGRAM SARJANA SATU TEKNOLOGI INFORMASI
PROGRAM STUDI SISTEM KOMPUTER
2016
Publisher : MATAHARI
ISBN : 9786021139882
Estimated Weight : 0.30 kg
Country of Manufacture : Indonesia
Publish Date : Jan 5,
2016
Width : 14
Length : 21
Thickness : 2
Pages : 314
Language :
INDONESIA
Cover Type : SOFT COVER
DESKRIPSI NOVEL
Tema cinta adalah tema yang selalu menarik dan selalu ada dalam lintas
sejarah manusia. Saking banyak dan beragamnya cerita tentang cinta, seorang
profesor pernah mengatakan bahwa,
“Tidak
ada lagi tema baru yang bisa ditulis tentang cinta, karena dalam lintas sejarah
sejarah manusia, semua sudut tentang cinta telah ditulis.” (Anonim)
Ini bisa saja benar, sebab kisah cinta tertua telah dimulai dari
pertemuan Nabi Adam AS dengan Hawa – istrinya. Berlanjut dengan kisah cinta
tragis Qabil yang berujung pada pembunuhan, dan terus berganti dalam setiap
zaman. Ada Laila Majnun, Romeo-Juliet, Cleopatra-Antony, sampai yang agak
nyeleneh seperti Lolita dengan paham cinta paedofilianya. Atau Mary Shelley
tentang pencarian cinta seorang mayat hidup berjiwa bernama Frankestein. Dalam
lintas zaman karya-karya mengalami fase naik turunnya. Tapi, tidak demikian
dengan cerita cinta. Cinta selalu memiliki peminatnya tersendiri. Mungkin
karena alasan itulah, cerita cinta nyaris tidak pernah surut ditulis.
Berulang-ulang, dengan berbagai variasi latar belakang, orang, agama, usia,
bahkan hingga mengalami penyimpangan-penyimpangannya menjadi lebih surealis dan
absurd.
Begitu juga dengan “Cinta 3 Benua” garapan Faris BQ dan Astrid Tito ini.
Semua isi novel ini, dari segala sudut dan penceritaannya adalah murni tentang
cinta. Faris BQ, seorang dosen sekaligus pembicara untuk tema-tema motivasi
islami. Alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, yang kini tengah menyelesaikan
studi doktoral di Universitas Angkara, Turki. Sementara Astrid Tito, seorang
novelis, ibu dua anak, founder Yayasan Baitul Adzkia Lil Quran.
Meski ditulis oleh 2 orang, novel
dibuat pula dengan dua sudut pandang manusia yang terpisahkan oleh jarak dan
waktu: yaitu sudut pandang Faiz dan Nayla. Faiz, seorang penulis novel tampan
yang menetap di Turki. Hatinya patah berkeping-keping oleh ketidakyakinan akan
cinta setelah cinta pertamanya, seorang gadis Mesir yang memiliki lautan
kebijaksanaan, pergi membawa separuh hatinya. Nayla, seorang perempuan biasa
yang menjadi bagian dari jutaan manusia di Jakarta. Memiliki tunangan yang
telah dijodohkan dengannya dari kecil, namun kemudian harus merasakan patah
hati karena pengkhianatan.
Takdir mereka terpaut tanpa kesengajaan.
Nayla merupakan fans novel Faiz. Novel tentang cinta pertama Faiz yang
ingin dikuburnya rapat-rapat di dasar ingatan. Namun novel itu menyentuh ruang
hati Nayla, tepat saat ia ingin kabur dari pengkhianatan tunangannya. Tepat
saat ia ingin melarikan diri, ibunya mendapatkan paket umrah dan wisata ke
Turki.
Di sinilah semua bermula.
Dari pertemuan dengan pertemuan, Faiz terpesona dengan wajah dan nama
Nayla yang mirip dengan kekasih hatinya. Sedangkan bagi Nayla, pada awalnya dia
hanya penasaran dengan perempuan dalam novel Faiz dan sikap Faiz yang agak
misterius. Namun lama kelamaan, perasaan Nayla pelan-pelan berubah.
Setelahnya kisah bergulir, dalam 4 hari 3 malam di Turki, sepanjang selat
Bophorus, istana Dolmabache, benteng Rumeli, hingga Yale. Di negeri dua benua,
jejak-jejak kisah Faiz dan Nayla bermula.
Kekurangan
Novel
Klise dan gombal. Itu kesan pertama saya saat mulai membaca novel ini.
Saya memang bukan penyuka novel cinta. Pada saat remaja, saya sudah membaca
setumpuk novel cinta sehingga pada akhirnya, saya tidak menemukan sesuatu yang
sangat istimewa dari kisah cinta manapun lagi.
Novel ini tidak menawarkan suatu sudut pandang baru. Kisah cinta yang
ditawarkannya, mengenai perasaan tergila-gila antara Laila dan Faiz, email-email
mereka yang bertubi-tubi, serta berbagai kutipan dialog tentang cinta tidak
begitu memukau. Jika dibandingkan dengan karya serupa yang juga mengusung cinta
berbalur relijiusitas seperti karya Habiburrahma El-Shirazy, ada kelemahan
mendasar pada konsep cinta yang diusung penulis.
Misalkan saja, bagaimana bisa seorang pemuda yang seperti Faiz, yang
mampu dan berani mendakwahi seorang gadis Turki untuk berjilbab, malah dengan
santai dan tenangnya menjalani hubungan dengan seorang gadis? Isi email-email
yang dikirim tidak biasa, sangat tendensius, serta jelas tidak menunjukkan pola
pertemanan yang ‘normal’ untuk seorang pemuda yang relijius. Dan memang, suatu
kesalahan jika pembaca membandingkan sosok Faiz dengan Fahri dalam “Ayat-Ayat
Cinta”, misalnya. Atau dengan Khairul Azzam. Faiz adalah pemuda yang berusaha
menjaga dirinya, tidak menyentuh gadis yang bukan mahramnya, bahkan memiliki
prinsip cinta yang sangat mulia, “Man ‘asyiqa fa’affa famaata fahuwa syahiid”
(Siapa yang jatuh cinta, tetapi dapat menjaga kehormatan dirinya walau harus
mati, ia seperti mati syahid). Namun di satu sisi, bisa berdialog panjang
tentang cinta dengan Laila dan Naila, memendam kerinduan pada hari-harinya,
bahkan memberikan bunga pada seorang gadis.
Satu lagi, saya juga heran mengapa kanker otak begitu populer pada banyak
novel cinta. What’s inside the brain? Apakah memang rata-rata takdir pada
banyak pencinta adalah kanker otak? Meski demikian, karena penulis tidak
mencantumkan fakta-fakta yang tidak ilmiah dalam keterangannya tentang kanker
otak, maka dapatlah hal ini diterima oleh pembaca sebagai suatu kreativitas
penulis, bukan jalan mencari aman.
Terakhir, masalah penutupnya. Saya tidak akan memberikan spoiler. Namun
penutupnya sangat menggantung dan mengganggu pembaca. Ada kesan keterburuan dan
perasaan tidak tuntas saat membaca novel ini.
KELEBIHAN
NOVEL
Meski demikian, ada banyak hal yang patut diapresiasi dari novel ini.
Penggambaran Turki yang sangat baik dan detil, mungkin juga dikarenakan latar
belakang penulis yang pernah menetap di Turki, membuat pembaca serasa diajak
jalan-jalan mengitari Turki. Mengintip keindahan masjid Suleymaniye, mengitari
Cappadocia di Anatolia Tengah, mencicipi kelezatan Turkish Delight dengan
kacang hazelnut, serta merasakan lampiran jejak peradaban Konstantinopel.
Penulis juga memberikan perspektif baru tentang cinta. Untuk para remaja
galau, novel ini sangat baik dibaca. Ada banyak pesan untuk tidak mengumbar
cinta sembarangan sebelum halal. Dan ya, penulis juga mengutipnya pada salah
satu catatan Faiz untuk Laila,
“Laila, tentu saja ada banyak wanita yang lebih baik darimu, tetapi ada
banyak wanita yang kisah hidupnya lebih mirip denganmu sehingga kisahmu lebih
mengena dan mengilhami.”
Dan untuk itulah, novel ini tetap menjadi suatu novel cinta yang layak
diapresiasi
Sinopsis
Puluhan ribu mil yang dilewati oleh kisah ini tetap terasa amat dekat.
Cinta memang tidak diukur oleh satuan mil atau kilometer, sebab demi memeluknya
orang sanggup melakukan perjalanan yang panjang dan tidak masuk akal. Tetapi
dari sanalah terbit jutaan energi dan inspirasi. Inilah cerita dari tiga kota
di tiga benua.Cairo yang eksotik dan penuh roman, Istanbul yang indah dan
melegenda, serta Jakarta, kota seribu asa dan impian.
Tentang seorang lelaki bernama Faiz, yang berjuang meletakkan cinta pada
maqam tertinggi demi menyematkan perempuan di kedudukan paling terhormat.
Tetang kapan cinta harus diberi jalannya, kapan mesti disembunyikan, dan
kapan diperjuangkan. Dapatkah Faiz melakukannya?
Kritik
Seharusnya Karakter utama yaitu faiz jika dia memang lulusan al-azhar
kairo mesir, seharusnya dia mengetahui batasan-batasan
hubungan antara pria dan wanita dalam ajaran islam. sikapnya haruslah bisa dibuat
lebih menjaga jarak dan tutur kata ketika faiz sedang mencintai wanita. seperti
ketika berkirim email dengan layla, haruslah bisa lebih menjaga lisan agar
karakter faiz dan layla tidak terjadi zina hati di dalam berkirim email
tersebut. Keitka dekat dengan nayla, harus lah dia bisa lebih menjaga jarak dan
menjaga tutur kata dengan nayla.
Untuk ending nya
seharusnya di buat lanjutan kisah faiz agar tidak menggantung. Karena ketika
selesai membaca novel ini seolah saya terasa perasaan tidak tuntas saat membaca
novel ini.
boleh minta skema rangkayannya ?
BalasHapus